Jumat, 23 Oktober 2015

Love My Hater - Part 7 : Firasat

Pukul 10.50, mereka bertiga tiba di Candi Prambanan. Sampai di sana coba tebak apa yang pertama mereka lakukan? Selfie! Dengan gadget milik Claudia, mereka bertiga mengambil foto selfie sampai puluhan kali. Benar-benar narsis!

“Wah, banyak banget fotonya! Perasaan kita baru 15 menit di sini,” ucap Claudia terkejut karena baru 15 menit saja, sudah hampir 100 foto yang mereka ambil.
“Boleh dong narsis sekali-kali! Kamu sendiri ‘kan yang kemarin bilang?” timpal Julia.
“Oh ya, apa kalian tahu mitos yang ada di tempat ini?” Friedrich melontarkan pertanyaan kepada kedua cewek itu. Claudia menggelengkan kepalanya.
“Mitos apa?” tanya Julia penasaran.
“Mitos jika pasangan yang datang ke Candi Prambanan akan putus,” ucap Friedrich lantang.
“Ih, Friedrich! Kok kamu gak bilang sih kalau ada mitos itu?! Kalau kita nanti beneran putus gimana?” balas Claudia yang panik sambil memukul-mukul Friedrich.
“Hahahahaha! Kamu ini jadi orang parno banget!” Julia menertawakan sikap kekanak-kanakan Claudia.
“Iya, jangan percaya dengan mitos seperti itu! Percaya, apa yang dipersatukan oleh Tuhan tidak dapat diceraiberaikan oleh apapun,” Friedrich menimpali.
“Terus, buat apa kamu ngasih tahu aku yang kayak begituan?! Bikin orang parno aja!” kesal Claudia.
“Aku cuma mau kasih tahu aja, bukan mau nakut-nakutin kamu, sayang!” balas Friedrich sambil sedikit tertawa. Claudia memang mudah terpengaruh perkataan orang lain.

Mereka akhirnya menikmati waktu berkunjung mereka dengan ber-selfie ria bahkan mengajak seorang turis bule yang kebetulan juga berkunjung ke situ untuk ikut selfie.

"Oh ya, habis ini kita mau ke mana lagi?" tanya Julia sambil mengambil sebatang rokok dari saku celananya.
"Kita ke Taman Pintar aja! Tempatnya bagus," usul Claudia.
"Oke kalau begitu!" balas Julia setuju sambil mengambil geretan dan menyalakan rokoknya.
"Ya ampun, Julia! Kebiasaan merokok kamu dari dulu gak hilang-hilang ya!" protes Claudia.
"Maklumlah. Udah kebiasaan dari kelas 3 SD sih! Kalau gak isap 10 batang rokok sehari, gue bisa langsung lemes!" kilah Julia mengenai kebiasaan merokoknya.
"Gila! Cewek ngerokok sampai 10 batang sehari! Gue aja cuma 5 batang sehari! Itu juga rokok mild." Timpal Friedrich.
"Aku sih udah berhenti merokok dari kelas 1 SMA semester 2. Takut kena kanker paru-paru. Kasihan ibuku juga. Soalnya di rumahku, cuma dia yang gak ngerokok. Ayahku juga perokok soalnya.” Sahut Claudia.
“Ngobrol melulu. Kapan jalannya nih!” potong Julia sambil terus mengisap rokoknya.
“Oh ya udah, ayo berangkat! Keburu siang loh!” ucap Friedrich.

Mereka bertiga pun berangkat menuju Taman Pintar. Sesampainya di sana, mereka kembali ber-selfie ria! Saking senangnya, selama 3 jam mereka hanya selfie terus menerus. Setelah sadar bahwa hari sudah sore, mereka langsung bergegas masuk ke dalam gedung.

Di dalam gedung, Claudia dan Friedrich berjalan sambil bergandengan tangan. Julia mengikuti dari belakang. Claudia dengan mesranya dirangkul oleh Friedrich. Firasat buruk akan hubungan mereka mulai menghantui benak Claudia.

Mereka melihat berbagai keajaiban ilmu pengetahuan di sana, seperti terjadinya gerhana matahari, kasur paku yang tidak membuat sakit jika ditiduri, dan bagaimana menghasilkan bahan bakar alternatif. Mereka bertiga sangat antusias karena hal-hal itu sangat menarik dan dapat membuat mereka lupa dengan penatnya aktivitas perkuliahan. Julia yang mengikuti dari belakang melihat bagaimana Claudia berjalan. Begitu anggun. Claudia memenuhi syarat untuk menjadi seorang model. Claudia juga tinggi besar. Bahkan untuk ukuran perempuan Jerman, Claudia termasuk tinggi. Selisih tingginya dengan Julia mencapai 15 cm.

“Claudia,” Julia menghampiri Claudia.
“Ada apa?” tanya Claudia.
“Aku gak nyangka kalau kamu itu berbakat jadi model.” Kata Julia.
“Masa sih?” tanya Claudia tidak percaya.
“Iya. Kamu itu udah punya modal untuk jadi model. Tinggi kamu 180 cm...”
“Bukan 180 cm. 185 cm.” Claudia mengoreksi.
“Oh maaf! 185 cm. Kamu itu juga cantik lho!” puji Julia.
“Ah, bisa aja!” Claudia malu mendengarnya.
“Iya. Lalu kalau aku perhatikan dari belakang, cara berjalanmu seperti model profesional. Liak-liuk gimana gitu.” Ungkap Julia.
“Yang benar, Julia?” tanya Claudia ragu.
"Iya. Serius. Oh ya, aku ingin tanya sesuatu yang agak private. Kamu gak keberatan, 'kan?" tiba-tiba Julia ingin menanyakan sesuatu.
"Kenapa harus keberatan. Kamu 'kan sahabatku. Orang yang bisa kupercaya untuk menjaga rahasia." jawab Claudia.
"Aku punya sedikit kekhawatiran sama pacar kamu, Friedrich." Julia memasang ekspresi cemas.
"Maksud kamu?" Claudia kebingungan.
"Aku rasa dia itu ada perasaan sama aku." ucap Julia, pelan.
"Kamu jangan bercanda. Mana mungkin dia ada perasaan sama kamu." Claudia menyanggah.
"Kamu gak ingat, kemarin pas makan malam, dia sempat megang tangan aku. Tapi dia sengaja taruh tanganku di atas, biar kelihatannya, aku yang megang tangan dia. Kamu harus tahu, rasa benci di masa lalu bisa menjadi rasa cinta di masa mendatang."

Perkataan Julia membuat Claudia semakin khawatir dan dipenuhi rasa takut. Rasa takut bahwa Friedrich telah membagi ruang di hatinya untuknya dengan Julia.

Pada sore hari, mereka kembali ke hotel. Claudia dan Julia yang kelelahan membaringkan diri ke tempat tidur.

"Fuh, capek banget ya?" sahut Julia.
"Iya. Padahal kayaknya selama jalan-jalan tadi kita cuma selfie doang!" balas Claudia sambil membuka kontak chat dengan Sofie.
"Oh ya, power bank aku masih sama si Friedrich. Claudia, aku ke kamar sebelah sebentar ya!" Julia bangkit berdiri dan keluar dari kamar.

Claudia memulai chat dengan Sofie.

Claudia : Sofie, aku lagi galau!
Sofie : Kenapa?
Claudia : Aku mulai takut kalau Friedrich ada affair dengan cewek lain!
Sofie : Affair? Sama siapa?
Claudia : Sama Julia. Julia sendiri yang ngingetin. Dia ngerasa kalau Friedrich ada perasaan suka dengannya.
Sofie : Aku kok ragu kalau soal itu.
Claudia : Maksud kamu?
Sofie : Iya, soalnya waktu SMP, aku pernah jadian sama Friedrich. Seingatku, dia bukan tipe cowok yang gampang terpikat dengan seorang cewek. Dia tipe yang setia. Kami putus karena jarang bertemu dan hubungan kami seakan-akan ngegantung. Aku sebenarnya juga bisa melihat kalau Friedrich sudah menyukai kamu saat pertama kali kita masuk SMA. Tapi karena gengsi dan rasa irinya terhadap kamu, dia tidak mengungkapkannya dan malah membenci kamu. Tapi, aku pikir dia selama ini mengusili kamu hanya untuk menarik perhatianmu. Saat kamu menunjukkan perasaanmu, dia merasa mendapat lampu hijau dan menyatakan perasaannya juga.
Claudia : Tapi, sejak kemarin aku sudah mendapat firasat buruk kalau hubunganku akan berakhir tragis.
Sofie : Kamu jangan negative thinking dulu. Mungkin itu cuma kekhawatiran kamu yang berlebihan. Oke?
Claudia : Iya. Makasih ya udah mau aku ganggu.
Sofie : Iya. Sama-sama.

Claudia menutup kontak chat dengan Sofie. Kata-kata Sofie sempat membuatnya tenang sejenak.

10 menit berlalu dan Julia belum juga kembali dari kamar Friedrich.

“Ke mana sih tuh anak? Sampai 10 menit belum balik juga.” Claudia yang tidak sabaran bangkit berdiri dari tempat tidur dan keluar kamar. Claudia hendak mengetuk pintu kamar hingga suara-suara samar terdengar dari dalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bus Terakhir

Kakiku melangkah agak sedikit sempoyongan. Arlojiku menunjukkan waktu pukul 22.15. Huh! Sudah cukup larut malam. Pasti Claudie akan marah-m...