Kakiku melangkah agak sedikit sempoyongan. Arlojiku menunjukkan waktu pukul 22.15. Huh! Sudah cukup larut malam. Pasti Claudie akan marah-marah lagi karena aku pulang terlambat. Entah apalagi yang ia akan tuduhkan padaku. Selingkuh lah, pergi ke diskotik lah. Penat sekali aku mendengarnya setiap hari!
Aku berdiri di tempat biasa menunggu bus yang jalurnya melewati apartemen kediamanku. 10 menit, 15 menit, 20 menit, bus belum datang. Huh! Apakah bos perusahaan bus ini tanpa kuketahui memiliki dendam pribadi denganku dan dengan sengaja ingin agar aku bertengkar hebat dengan Claudie dan akhirnya bercerai? Entahlah.
Ketika aku mulai putus asa, sebuah bus datang dari arah kanan. Busnya terlihat sedikit berbeda. Mirip seperti bus yang pernah ku lihat waktu kanak-kanak dulu. Aku tak menyangka bus ini masih bisa lolos uji layak kendaraan.
08 - 00. Angka itulah yang tercetak di bawah nomor registrasinya. Bayangkan! 17 tahun mereka menunggak pembayaran pajak untuk bus ini.
Tetapi, aku tak terlalu peduli dengan itu. Paling tidak ada bus yang akan membawaku pulang. Aku pun melangkah masuk ke dalam bus dan memilih duduk di kursi paling depan, persis di belakang pengemudi.
Akhirnya, aku bisa juga duduk di kursi. Walaupun kursinya terbuat dari logam dan sedikit tak nyaman, aku tak masalah. Yang penting aku bisa rileks sejenak sebelum menghadapi omelan Claudie nanti.
Ku lihat sekelilingku. Tidak terlalu banyak orang. Hanya seorang siswi berseragam SMA yang tampak kelelahan di seberangku. Dia menyandarkan kepalanya di kursinya. Lalu, di belakang siswi tersebut, ada seorang ibu bersama putrinya. Lalu, di belakangku, ada seorang berkemeja, sama sepertiku. Ia juga tampak kelelahan.
Aku memeriksa dulu dompetku untuk memastikan agar aku punya uang cukup untuk membayar ongkos bus. Ku hitung, ternyata masih ada uang 150 clovon di dompetku. Masih cukup.
Uang masih cukup. Saatnya aku beristirahat sejenak sebelum...
HOEKSS...
Saat aku sedang mencoba terlelap, aku dikejutkan dengan suara orang muntah dari arah kiri. Siswi itu memuntahkan sesuatu ke lantai bus.
Aku menatap muntahan tersebut. Warnanya kecokelatan pekat dan...
Ya ampun! Muntahan itu bergerak! Bukan hanya sekadar bergerak, muntahan itu hidup! Ku lihat muntahan itu bergerak mendekati kursiku. Segera saja aku menginjak muntahan itu dengan sepatuku. Berkali-kali kuhentakkan kakiku ke lantai.
Muntahan itu terdiam kembali. Kupandangi kembali sekelilingku. Astaga, wajah semua orang berubah menjadi keunguan. Mereka memandang tepat ke arahku dan mereka mulai mendekat.
Oh tidak, mereka mengepungku. Aku harus berpikir cepat. Ya! Aku harus menembus pengepungan mereka. Dengan sekuat tenaga, aku berdiri dan menghantam mereka. Aku menuju ke pintu yang ada di sisi kiri bus. Ku buka pintu tersebut dan ku melangkah keluar. Yang terpenting adalah aku harus menyelamatkan diriku dari mereka dan...
--~--
Pagi hari yang cerah dibuat heboh oleh berita seseorang yang melompat dari bus pada malam hari hingga ia terbentur pembatas dan meninggal karena kehabisan darah. Polisi memeriksa supir dan para penumpang bus yang ditumpanginya sebelum ia meninggal.
"Ia pada awalnya tenang-tenang saja. Namun, tiba-tiba saat saya muntah karena mabuk darat, pria tersebut mendadak berteriak histeris dan menginjak-injak muntahannya." Ucap seorang gadis berseragam SMA.
"Kami mendekati pria tersebut dan mencoba menanyakan keadaannya, ia malah kembali berteriak, mendorong kami hingga tersungkur, dan seketika melompat keluar dari bus. Ia pun menabrak pembatas di pinggir jalur dan kepalanya mengucurkan darah dengan deras. Kami terkejut melihat pemandangan itu. Bus pun dihentikan dan kami memeriksa apakah ia masih hidup. Ternyata, setelah diperiksa, ia sudah meninggal karena darah yang keluar terlalu banyak." Ucap seorang ibu-ibu kepada polisi yang melakukan penyelidikan.
"Komandan, kami sudah mengumpulkan informasi mengenai pria ini. Claudion Venge, 40 tahun. Ia tinggal sendirian di Apartemen Wengul nomor 375. Ia bekerja di perusahaan Ozgol Vegon sebagai karyawan bidang keuangan. Menurut informasi dari rekan kerjanya, ia sering berkelakuan aneh saat bekerja, seperti menyiram kopi ke seorang wanita tanpa sebab. Di dompetnya, ada uang 150 clovon." Seorang wanita berseragam polisi melapor kepada komandannya.
"Apakah pria ini memiliki sanak keluarga yang dapat dihubungi?" tanya sang komandan.
"Ada, kakak perempuannya. Tetapi, ia tinggal di kota Velangol, jaraknya sekitar 540 kilometer dari sini." Lanjut sang polisi.
"Baiklah, kamu coba hubungi kakaknya dan minta padanya untuk datang ke sini. Biaya pulang-pergi akan kita tanggung." Perintah sang komandan.
"Baik, komandan" sang polisi pun bergegas mencari informasi mengenai nomor telepon dari kakak sang mayat sementara rekan-rekannya memeriksa mayat tersebut.
"Pria yang malang. Usia 40 tahun, belum menikah, harus mati karena melompat dari bus tanpa alasan yang jelas. Pasti ia stres karena tekanan kerja yang berat." Ujar sang komandan memandangi mayat pria tersebut.