Jumat, 16 Oktober 2015

Love My Hater - Part 1 : Mengapa Harus Dia?



Bagaimana jika kau mencintai seseorang yang justru sangat iri dan membenci dirimu? Apakah kau akan tetap berusaha memenangi hatinya atau kau akan menyerah dan mencari cinta yang lain?

Sekolah itu hanyalah sebuah sekolah menengah biasa di tengah-tengah pemukiman. Di sekolah yang menempati gedung bergaya klasik dengan 5 lantai itu, populasi siswa dan siswi cukup seimbang. Hari ini adalah hari pertama tahun ajaran baru di sekolah itu. Semua siswa, pengajar, dan kepala sekolah sedang berkumpul di aula utama dalam rangka acara pembukaan tahun ajaran baru.

"Selamat untuk Anda, Nona Müller. Keberhasilan Anda mempertahankan predikat juara umum sekolah tahun ini sungguh membuat saya dan kami semua bangga." Kepala sekolah menjabat tangan seorang cewek bertubuh tinggi besar, berambut hitam lurus, dan berkulit putih cerah yang berdiri di tengah-tengah dua anak lain. Di sebelah kiri, ada seorang cowok yang lebih pendek dan berambut agak urak-urakan. Di sebelah kanannya ada seorang cewek yang juga lebih pendek namun berkulit cerah dan berambut pendek.
"Terima kasih, pak kepala sekolah." Cewek itu menjabat tangan kepala sekolah. Tepuk tangan dari semua orang yang ada di dalam ruangan itu mengiringi pemberian piala kepada cewek itu. Semua terlihat bahagia, ya bahagia. Tapi tunggu dulu. Sepertinya, cowok yang berdiri di samping kirinya menatap cewek itu dengan sinis. Pupil matanya mengarah ke kanan dengan mata yang menekuk ke bawah. Ia seakan-akan hendak berkata, "Ah, aku jauh lebih pantas berada di situ daripada kamu!".

"Wah hebat kamu, Claudia! Jadi juara umum lagi tahun ini!" Kata Julia, sahabatnya yang berhasil meraih peringkat ketiga sambil menyikut cewek itu dengan halus.
"Biasa aja sih, Julia! Lagian kita 'kan baru kelas 2 SMA. Tahun depan bakal ngadepin Ujian Nasional. Di situ hasil sekolah kita selama 3 tahun bakal ditentuin," balas cewek yang disebut sebagai Claudia itu.
"Tapi serius, gimana caranya sih kamu bisa selalu dapat ranking 1?" tanya Julia dengan antusias.
"Huh! Biasa aja dong nanyanya! Kalau buat jadi ranking 1 doang sih aku juga bisa keles!" cowok yang tadi menatap Claudia dengan sinis menimpali Julia.
"Eh, kamu yang biasa aja keles! Bilang aja kamu sirik sama Claudia 'kan karena dia bisa dapat ranking 1 sementara kamu cuma ranking 2?" Julia balik menimpali sambil membusungkan tubuhnya seakan ingin menantang cowok itu.
"Udah! Udah! Biarin aja dia! Jangan cari masalah sama cowok, nanti urusannya jadi panjang loh!" Claudia berusaha menenangkan sahabatnya yang emosi.
"Biarin aja! Sekarang aku tahu kenapa dia gak pernah punya cewek! Cowok brengsek kayak begini sampai kapanpun gak bakal punya cewek!" kata Julia dengan emosinya.
"Oh, aku takut!" katanya dengan ekspresi ketakutan yang dibuat-buat.
"Iiiihhhhhh!!" Julia semakin kesal.
"Kayak kamu sendiri gak begitu aja! Kamu make-up aja ditebelin terus tapi cowok gak pernah punya! Najis banget aku punya cewek kayak kamu! Ngaca dulu dong kalau mau ngomong! Tampang pas-pasan begini aja sok kecakepan banget!" kata cowok itu untuk semakin memanaskan suasana.
"Grrrr! Dengar ini baik-baik, Friedrich Krause! aku harap telinga kamu sekarang baik-baik aja. Aku, Julia Fujimaki, sampai kapanpun gak bakal sudi jadi cewek kamu! aku juga gak bakal biarin kamu jadi cowok dari Claudia Amalia Müller, sahabat aku sejak kecil ini!" kata cewek itu.
"Siapa juga yang mau sama kalian berdua?! Sok kecakepan kalian berdua jadi cewek!" balas cowok yang diketahui sebagai Friedrich itu. Ia lalu pergi begitu saja tanpa sedikit pun menunjukkan perasaan bersalah atau menyesal. Sementara Julia yang masih merasakan perasaan dongkol yang begitu menyesakkan menghentakkan kakinya bergantian ke lantai sambil memasang ekspresi kesal.
"Ihhh, CLAUDIA! AKU KESEL BANGET SAMA SI FRIEDRICH! Dia itu cowok apa banci sih?! Kok kelakuannya kayak begitu! Sirik banget jadi orang!" Julia menumpahkan perasaan kesalnya kepada Claudia.
"Eh, kamu sadar gak?! Tadi selama sekitar 5 menit, ada banyak orang di sekeliling kita dan kamu tahu kenapa? Karena mereka sedang menyaksikan cewek dan cowok yang berseragam SMA sedang bertengkar dan mengeluarkan makian kasar seperti itu. Eh, kamu mikir dong! Kita ini anak SMA! Gak pantes banget ngomong kayak begitu!" timpal Claudia.
"Tapi 'kan...." Julia berusaha berkilah tetapi sudah dipotong.
"Udah, jangan banyak alasan! aku nggak mau lagi kamu maki-maki orang kayak begitu! Oke?" kata Claudia sambil menempelkan telunjuknya di mulut Julia lalu melepasnya.
"Oke, tapi ini karena diminta oleh sahabatku! Tapi aku juga minta kamu jangan sampai berhubungan sama cowok itu!" Julia membalas.
"Aku sih gak bisa berjanji tapi akan aku usahakan untuk menuhin janji itu." Jawab Claudia.

Keesokkan harinya di saat waktu istirahat, Claudia berkumpul dengan Julia. Mereka berdua juga ditemani oleh Sofie Janssens, sahabatnya yang lain yang hobi travelling ke luar negeri, dan Bella Anindira, sahabatnya yang lain.

"Aku dengar kamu kemarin habis bertengkar sama Friedrich dari kelas 2 IPS 1 ya?" tanya Sofie sambil membuka kotak bekalnya.
"Iya! Tuh cowok ngeselin banget sih! Kalau bukan lagi di sekolah, pingin aku siram wajahnya pake minyak panas!” kata Julia penuh emosi sambil mengaduk-aduk semangkuk mi ayam.
"Eh, kamu udah lupa ya kemarin aku bilang apa sama kamu? Stop maki-maki orang kayak gitu!" Claudia mengingatkan.
"Habis dia itu ngeselin banget!" timpal Julia.
"Ya ampun Julia, kalau kamu begini terus gimana...." Belum selesai Claudia membalas, tiba-tiba saja air mengucur dari atas kepalanya dan membuatnya basah seketika. Ketika mereka melihat sumber air itu…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bus Terakhir

Kakiku melangkah agak sedikit sempoyongan. Arlojiku menunjukkan waktu pukul 22.15. Huh! Sudah cukup larut malam. Pasti Claudie akan marah-m...