
Bagaimana jika kau mencintai seseorang yang justru sangat iri dan membenci dirimu? Apakah kau akan tetap berusaha memenangi hatinya atau kau akan menyerah dan mencari cinta yang lain?
Sekolah itu hanyalah sebuah sekolah menengah
biasa di tengah-tengah pemukiman. Di sekolah yang menempati gedung bergaya
klasik dengan 5 lantai itu, populasi siswa dan siswi cukup seimbang. Hari ini
adalah hari pertama tahun ajaran baru di sekolah itu. Semua siswa, pengajar,
dan kepala sekolah sedang berkumpul di aula utama dalam rangka acara pembukaan
tahun ajaran baru.
"Selamat untuk Anda, Nona Müller.
Keberhasilan Anda mempertahankan predikat juara umum sekolah tahun ini sungguh
membuat saya dan kami semua bangga." Kepala sekolah menjabat tangan
seorang cewek bertubuh tinggi besar, berambut hitam lurus, dan berkulit putih
cerah yang berdiri di tengah-tengah dua anak lain. Di sebelah kiri, ada seorang
cowok yang lebih pendek dan berambut agak urak-urakan. Di sebelah kanannya ada
seorang cewek yang juga lebih pendek namun berkulit cerah dan berambut pendek.
"Terima kasih, pak kepala sekolah."
Cewek itu menjabat tangan kepala sekolah. Tepuk tangan dari semua orang yang
ada di dalam ruangan itu mengiringi pemberian piala kepada cewek itu. Semua
terlihat bahagia, ya bahagia. Tapi tunggu dulu. Sepertinya, cowok yang berdiri
di samping kirinya menatap cewek itu dengan sinis. Pupil matanya mengarah ke
kanan dengan mata yang menekuk ke bawah. Ia seakan-akan hendak berkata,
"Ah, aku jauh lebih pantas berada di situ daripada kamu!".
"Wah hebat kamu, Claudia! Jadi juara umum
lagi tahun ini!" Kata Julia, sahabatnya yang berhasil meraih peringkat
ketiga sambil menyikut cewek itu dengan halus.
"Biasa aja sih, Julia! Lagian kita 'kan
baru kelas 2 SMA. Tahun depan bakal ngadepin Ujian Nasional. Di situ hasil
sekolah kita selama 3 tahun bakal ditentuin," balas cewek yang disebut
sebagai Claudia itu.
"Tapi serius, gimana caranya sih kamu bisa
selalu dapat ranking 1?" tanya Julia dengan antusias.
"Huh! Biasa aja dong nanyanya! Kalau buat
jadi ranking 1 doang sih aku juga bisa keles!" cowok yang tadi menatap
Claudia dengan sinis menimpali Julia.
"Eh, kamu yang biasa aja keles! Bilang aja
kamu sirik sama Claudia 'kan karena dia bisa dapat ranking 1 sementara kamu
cuma ranking 2?" Julia balik menimpali sambil membusungkan tubuhnya seakan
ingin menantang cowok itu.
"Udah! Udah! Biarin aja dia! Jangan cari
masalah sama cowok, nanti urusannya jadi panjang loh!" Claudia berusaha
menenangkan sahabatnya yang emosi.
"Biarin aja! Sekarang aku tahu kenapa dia
gak pernah punya cewek! Cowok brengsek kayak begini sampai kapanpun gak bakal
punya cewek!" kata Julia dengan emosinya.
"Oh, aku takut!" katanya dengan ekspresi
ketakutan yang dibuat-buat.
"Iiiihhhhhh!!" Julia semakin kesal.
"Kayak kamu sendiri gak begitu aja! Kamu make-up aja ditebelin terus tapi cowok
gak pernah punya! Najis banget aku punya cewek kayak kamu! Ngaca dulu dong
kalau mau ngomong! Tampang pas-pasan begini aja sok kecakepan banget!"
kata cowok itu untuk semakin memanaskan suasana.
"Grrrr! Dengar ini baik-baik, Friedrich Krause!
aku harap telinga kamu sekarang baik-baik aja. Aku, Julia Fujimaki, sampai
kapanpun gak bakal sudi jadi cewek kamu! aku juga gak bakal biarin kamu jadi
cowok dari Claudia Amalia Müller, sahabat aku
sejak kecil ini!" kata cewek itu.
"Siapa juga yang mau sama kalian berdua?!
Sok kecakepan kalian berdua jadi cewek!" balas cowok yang diketahui
sebagai Friedrich itu. Ia lalu pergi begitu saja tanpa sedikit pun menunjukkan
perasaan bersalah atau menyesal. Sementara Julia yang masih merasakan perasaan
dongkol yang begitu menyesakkan menghentakkan kakinya bergantian ke lantai
sambil memasang ekspresi kesal.
"Ihhh, CLAUDIA! AKU KESEL BANGET SAMA SI FRIEDRICH!
Dia itu cowok apa banci sih?! Kok kelakuannya kayak begitu! Sirik banget jadi
orang!" Julia menumpahkan perasaan kesalnya kepada Claudia.
"Eh, kamu sadar gak?! Tadi selama sekitar
5 menit, ada banyak orang di sekeliling kita dan kamu tahu kenapa? Karena
mereka sedang menyaksikan cewek dan cowok yang berseragam SMA sedang bertengkar
dan mengeluarkan makian kasar seperti itu. Eh, kamu mikir dong! Kita ini anak
SMA! Gak pantes banget ngomong kayak begitu!" timpal Claudia.
"Tapi 'kan...." Julia berusaha
berkilah tetapi sudah dipotong.
"Udah, jangan banyak alasan! aku nggak mau
lagi kamu maki-maki orang kayak begitu! Oke?" kata Claudia sambil
menempelkan telunjuknya di mulut Julia lalu melepasnya.
"Oke, tapi ini karena diminta oleh sahabatku!
Tapi aku juga minta kamu jangan sampai berhubungan sama cowok itu!" Julia
membalas.
"Aku sih gak bisa berjanji tapi akan aku
usahakan untuk menuhin janji itu." Jawab Claudia.
Keesokkan harinya di saat waktu istirahat,
Claudia berkumpul dengan Julia. Mereka berdua juga ditemani oleh Sofie
Janssens, sahabatnya yang lain yang hobi travelling
ke luar negeri, dan Bella Anindira, sahabatnya yang lain.
"Aku dengar kamu kemarin habis bertengkar
sama Friedrich dari kelas 2 IPS 1 ya?" tanya Sofie sambil membuka kotak
bekalnya.
"Iya! Tuh cowok ngeselin banget sih! Kalau
bukan lagi di sekolah, pingin aku siram wajahnya pake minyak panas!” kata Julia
penuh emosi sambil mengaduk-aduk semangkuk mi ayam.
"Eh, kamu udah lupa ya kemarin aku bilang
apa sama kamu? Stop maki-maki orang kayak gitu!" Claudia mengingatkan.
"Habis dia itu ngeselin banget!"
timpal Julia.
"Ya ampun Julia, kalau
kamu begini terus gimana...." Belum selesai Claudia membalas, tiba-tiba
saja air mengucur dari atas kepalanya dan membuatnya basah seketika. Ketika
mereka melihat sumber air itu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar