”Friedrich! Kamu jadi cowok iseng banget sih! Kamu kira Claudia
apa?! Tanaman kering?!" bentak Julia.
"Biarin aja! Lagian harusnya kamu tuh berterima kasih sama aku! Kalau gak aku siram Claudia, entar yang ada dia layu terus pingsan dong!" kata Friedrich tanpa penyesalan.
"Makin lama kamu makin ngeselin aja!" Julia kembali terbawa emosi.
"Ayo! kamu mau sekalian aku siram juga?! Aku cuma takut kalau yang lain pada muntah dan gak jadi makan gara-gara ngeliat make-up kamu yang tebalnya bisa ngalahin Tembok Cina itu!" balas Friedrich sambil bersiap-siap menyiramkan air ke Julia.
Julia yang kesal menyirami Friedrich dengan jus jeruk dan membuatnya kini juga basah kuyup...
"Oh jadi kamu mau ngajak aku ribut! Oke! Siapa takut?" Friedrich balas menyirami Julia dengan air mineral hingga make-up Julia yang dikatakannya setebal Tembok Cina itu luntur. Kini, Julia terlihat sangat menyeramkan dengan make-up yang luntur, ditambah ekspresi wajahnya yang penuh amarah. Julia kemudian mendekati Friedrich dan mendaratlah satu pukulan ke wajah cowok brengsek itu. Friedrich tersungkur dan meringis kesakitan. Julia kembali menghujani Friedrich dengan beberapa pukulan.
"Udah! Udah, Julia! kamu ‘kan cewek, masa main pukul-pukulan gitu?!" Claudia mendekat untuk menenangkan sahabatnya itu.
Friedrich yang tidak mau dipermalukan oleh seorang cewek mencoba melawan. Namun, pukulannya tidak mengenai Julia dan malah justru mengenai Claudia yang berdiri di belakang Julia. Claudia pun tersungkur pula ke lantai dan pingsan. Julia panik dan membalikkan tubuhnya.
"CLAUDIA! Ya Tuhan! Bangun! Bangun! Bangun!" Julia yang panik mencoba menyadarkan Claudia. Sofie dan Bella dengan sigap menggotong Claudia ke UKS.
Siang itu, ruangan bercat hijau muda dengan satu tempat tidur di mana Claudia yang belum sadarkan diri berbaring di atasnya itu sangat sepi. Selain Claudia, ada Julia yang harap-harap cemas menjaganya dan Friedrich yang dipaksa ikut oleh Julia.
"Biarin aja! Lagian harusnya kamu tuh berterima kasih sama aku! Kalau gak aku siram Claudia, entar yang ada dia layu terus pingsan dong!" kata Friedrich tanpa penyesalan.
"Makin lama kamu makin ngeselin aja!" Julia kembali terbawa emosi.
"Ayo! kamu mau sekalian aku siram juga?! Aku cuma takut kalau yang lain pada muntah dan gak jadi makan gara-gara ngeliat make-up kamu yang tebalnya bisa ngalahin Tembok Cina itu!" balas Friedrich sambil bersiap-siap menyiramkan air ke Julia.
Julia yang kesal menyirami Friedrich dengan jus jeruk dan membuatnya kini juga basah kuyup...
"Oh jadi kamu mau ngajak aku ribut! Oke! Siapa takut?" Friedrich balas menyirami Julia dengan air mineral hingga make-up Julia yang dikatakannya setebal Tembok Cina itu luntur. Kini, Julia terlihat sangat menyeramkan dengan make-up yang luntur, ditambah ekspresi wajahnya yang penuh amarah. Julia kemudian mendekati Friedrich dan mendaratlah satu pukulan ke wajah cowok brengsek itu. Friedrich tersungkur dan meringis kesakitan. Julia kembali menghujani Friedrich dengan beberapa pukulan.
"Udah! Udah, Julia! kamu ‘kan cewek, masa main pukul-pukulan gitu?!" Claudia mendekat untuk menenangkan sahabatnya itu.
Friedrich yang tidak mau dipermalukan oleh seorang cewek mencoba melawan. Namun, pukulannya tidak mengenai Julia dan malah justru mengenai Claudia yang berdiri di belakang Julia. Claudia pun tersungkur pula ke lantai dan pingsan. Julia panik dan membalikkan tubuhnya.
"CLAUDIA! Ya Tuhan! Bangun! Bangun! Bangun!" Julia yang panik mencoba menyadarkan Claudia. Sofie dan Bella dengan sigap menggotong Claudia ke UKS.
Siang itu, ruangan bercat hijau muda dengan satu tempat tidur di mana Claudia yang belum sadarkan diri berbaring di atasnya itu sangat sepi. Selain Claudia, ada Julia yang harap-harap cemas menjaganya dan Friedrich yang dipaksa ikut oleh Julia.
"Aduh, Claudia! Gara-gara si setan ini, kamu jadi begini!”
kata Julia dengan sedihnya.
"Ahhh, tadi aku mukulnya juga gak kencang-kencang amat! Bentar lagi juga sadar dia!" kilah Friedrich.
"Kamu udah salah masih bisa ngeles juga ya! " bentak Julia.
Mata Claudia mulai terbuka sedikit...
"Claudia! Syukurlah kamu udah sadar! kamu gak apa-apa 'kan?!" tanya Julia cemas.
"Iya, aku gak apa-apa kok," jawab Claudia dengan suara lemah.
"Tuh 'kan bener dia gak apa-apa! Sekarang aku boleh pergi, 'kan?!" tanya Friedrich.
"Ya udah pergi sana! Lama-lama aku bisa muntah liat wajah kamu!" balas Julia dengan kesalnya.
Baru saja Friedrich hendak melangkah, tiba-tiba tangan Claudia menggengam tangan Friedrich.
"Friedrich...." Dengan lirih Claudia memanggil nama cowok itu.
"Eh, apa-apaan sih Claudia?! Gak usah nahan dia terus di sini! Biarin aja kalau dia mau pergi! Kamu juga genit banget jadi cowok!" Julia memutuskan tangan Claudia dari tangan Friedrich sambil marah-marah.
"Ih, siapa juga yang mau nyentuh tangannya? Dia yang megang tangan aku duluan," kata Friedrich kemudian melangkah keluar. Claudia dengan wajah memelas menatap Friedrich yang melangkah keluar. Dari tatapannya, sepertinya itu bukan tatapan biasa. Itu sebuah tatapan penuh harapan. Harapan bahwa Friedrich menyadari alasan mengapa ia tidak pernah marah atas segala perilakunya kepadanya.
"Kamu ngapain sih tadi pake nahan dia! Megang-megang tangannya lagi! Ih, jijik banget aku! Jangan-jangan kamu suka ya sama dia?!" tuduh Julia.
"Enggak kok!" Claudia berkilah dengan wajah malu.
"Bagus dan sebaiknya jangan pernah! Aku yakin kamu bakal menderita abis kalau jadi cewek dia! Lihat aja kelakuan dia ke kita berdua! Dia gak ngehargain kita sama sekali sebagai cewek!" balas Julia sambil menyalakan sebatang rokok dan mulai mengisapnya.
"Menurut aku dia seperti itu karena dia gak mau diremehin sama cewek dan bisa gak kamu gak ngerokok di sini?! Kalau sampai ketahuan, kamu bakal dapat masalah!" balas Claudia.
"Kalau aku gak ngerokok sehari aja, tubuh aku bisa lemas banget! Apalagi ngadepin si brengsek itu! LAMA-LAMA KEPALA AKU BISA PECAH!” teriakan Julia memecah keheningan ruang itu.
"Ssstttt! Jangan teriak begitu! Nanti dikiranya ada sesuatu lagi!" Claudia mengingatkan.
"Maaf! aku gak bisa ngendaliin emosi aku kalau udah berurusan sama tuh cowok!" Julia meminta maaf sambil mengelus-elus dadanya untuk menenangkan diri.
"Huh, galak amat tuh cewek! Mending juga cakep! Wajah pas-pasan, pecicilan, kerjaannya bikin make-up tebel melulu! Mau muntah aja kalau lama-lama liat wajah tuh cewek! Claudia juga! Pake megang tangan aku, manggil nama aku segala lagi! Udah gitu nada bicaranya sok manja banget! Maksudnya apa sih?!" Friedrich berbicara sendiri. (Claudia, kayaknya Friedrich belum sadar makna sentuhan tangan itu ...)
Friedrich memandangi tangannya yang tadi digenggam Claudia dan entah bagaimana ia mulai merasakan sesuatu yang aneh. Mungkinkah...mungkinkah...
"Ah, enggak mungkin!
Enggak mungkin aku suka sama cewek itu!" Friedrich berusaha menyangkal
dirinya. Tetapi entah mengapa perasaan itu terus saja membayanginya. Perasaan
hangat ketika sepasang tangan dari dua orang berlawanan jenis saling mendekap
untuk sesaat.
"Ahhh, tadi aku mukulnya juga gak kencang-kencang amat! Bentar lagi juga sadar dia!" kilah Friedrich.
"Kamu udah salah masih bisa ngeles juga ya! " bentak Julia.
Mata Claudia mulai terbuka sedikit...
"Claudia! Syukurlah kamu udah sadar! kamu gak apa-apa 'kan?!" tanya Julia cemas.
"Iya, aku gak apa-apa kok," jawab Claudia dengan suara lemah.
"Tuh 'kan bener dia gak apa-apa! Sekarang aku boleh pergi, 'kan?!" tanya Friedrich.
"Ya udah pergi sana! Lama-lama aku bisa muntah liat wajah kamu!" balas Julia dengan kesalnya.
Baru saja Friedrich hendak melangkah, tiba-tiba tangan Claudia menggengam tangan Friedrich.
"Friedrich...." Dengan lirih Claudia memanggil nama cowok itu.
"Eh, apa-apaan sih Claudia?! Gak usah nahan dia terus di sini! Biarin aja kalau dia mau pergi! Kamu juga genit banget jadi cowok!" Julia memutuskan tangan Claudia dari tangan Friedrich sambil marah-marah.
"Ih, siapa juga yang mau nyentuh tangannya? Dia yang megang tangan aku duluan," kata Friedrich kemudian melangkah keluar. Claudia dengan wajah memelas menatap Friedrich yang melangkah keluar. Dari tatapannya, sepertinya itu bukan tatapan biasa. Itu sebuah tatapan penuh harapan. Harapan bahwa Friedrich menyadari alasan mengapa ia tidak pernah marah atas segala perilakunya kepadanya.
"Kamu ngapain sih tadi pake nahan dia! Megang-megang tangannya lagi! Ih, jijik banget aku! Jangan-jangan kamu suka ya sama dia?!" tuduh Julia.
"Enggak kok!" Claudia berkilah dengan wajah malu.
"Bagus dan sebaiknya jangan pernah! Aku yakin kamu bakal menderita abis kalau jadi cewek dia! Lihat aja kelakuan dia ke kita berdua! Dia gak ngehargain kita sama sekali sebagai cewek!" balas Julia sambil menyalakan sebatang rokok dan mulai mengisapnya.
"Menurut aku dia seperti itu karena dia gak mau diremehin sama cewek dan bisa gak kamu gak ngerokok di sini?! Kalau sampai ketahuan, kamu bakal dapat masalah!" balas Claudia.
"Kalau aku gak ngerokok sehari aja, tubuh aku bisa lemas banget! Apalagi ngadepin si brengsek itu! LAMA-LAMA KEPALA AKU BISA PECAH!” teriakan Julia memecah keheningan ruang itu.
"Ssstttt! Jangan teriak begitu! Nanti dikiranya ada sesuatu lagi!" Claudia mengingatkan.
"Maaf! aku gak bisa ngendaliin emosi aku kalau udah berurusan sama tuh cowok!" Julia meminta maaf sambil mengelus-elus dadanya untuk menenangkan diri.
"Huh, galak amat tuh cewek! Mending juga cakep! Wajah pas-pasan, pecicilan, kerjaannya bikin make-up tebel melulu! Mau muntah aja kalau lama-lama liat wajah tuh cewek! Claudia juga! Pake megang tangan aku, manggil nama aku segala lagi! Udah gitu nada bicaranya sok manja banget! Maksudnya apa sih?!" Friedrich berbicara sendiri. (Claudia, kayaknya Friedrich belum sadar makna sentuhan tangan itu ...)
Friedrich memandangi tangannya yang tadi digenggam Claudia dan entah bagaimana ia mulai merasakan sesuatu yang aneh. Mungkinkah...mungkinkah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar