Jumat, 25 Desember 2015

Love My Hater - Part 8 : Terbagi Dua

Claudia tidak mengetuk pintu, melainkan mengintip dari lubang kecil yang ada di pintu. Apa yang dapat dilihat  Claudia dari lubang pintu benar-benar membuatnya shock. Ia melihat Friedrich dan Julia berpelukan dan berciuman. Karena Friedrich jauh lebih tinggi dari Julia, Friedrich harus menekuk kakinya agar bisa menciumi Julia. Air mata Claudia mulai bercucuran, mengiringi hatinya yang tersayat begitu menyakitkan. Ia berusaha tidak mengeluarkan sepatah kata pun agar tak ketahuan. Ia mengendap-endap kembali ke kamarnya tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Sesampainya di kamar, ia menangis dengan wajah ditutupi bantal agar tak mengeluarkan suara.

Sementara itu, di kamar sebelah...

“Julia, apa kau serius ingin berhubungan denganku? Kau ‘kan tahu aku sudah 4 tahun berhubungan dengan Claudia.” tanya Friedrich sambil mengusap kepala Julia dari belakang.
“Iya. Sebenarnya sejak menjelang kelulusan SMA, benih cinta sudah mulai tumbuh di hatiku. Aku cuma menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkannya dan sekaranglah waktunya.” Balas Julia.
“Jadi begitu.” Jawab Friedrich, singkat.
“Oh ya, apa ini artinya kau akan meninggalkan Claudia?” tanya Julia.
“Tidak, aku gak ingin meninggalkannya. Kau sudah tahu ‘kan kalau kami akan menikah bulan depan? Aku cuma merasa kurang kalau hanya punya satu cewek. Aku ingin tahu sensasinya punya selingkuhan.” Ucap Friedrich sambil mencium tangan Julia.
“Apa artinya aku hanya akan menjadi yang kedua?” tanya Julia.
“Tidak juga. Kau mendapat tempat di hatiku sama seperti Claudia.” Balas Friedrich.
“Maksudmu?” tanya Julia kebingungan.
“Secara resmi, Claudia adalah pasanganku dan mengisi setengah hatiku. Tapi kau mengisi setengahnya lagi.” Jawab Friedrich.
Oh, sepertinya aku harus segera kembali ke kamar. Kalau lama-lama, Claudia bisa curiga.” Julia melepaskan diri dari pelukan Friedrich dan keluar dari kamar.

Claudia masih menangis di bawah bantal saat tiba-tiba pintu kamar terbuka.

“Claudia, maaf ya lama! Lho, kamu kenapa nangis?” tanya Julia kebingungan melihat mata Claudia yang bengkak.
“Oh, aku abis nonton film sedih di internet sampai aku nangis.” Kata Claudia sambil mengusap air mata dari wajahnya.
Oh gitu! Maaf ya lama, tadi aku harus cari dulu power bank aku, soalnya tadi keselip di mana gitu!” balas Julia sambil merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan.
“Oh ya, Julia. Aku ingin menanyakan sesuatu yang agak private. Kamu gak keberatan, ‘kan?” Claudia bertanya dengan kata-kata yang nyaris sama dengan yang diucapkan Julia sebelumnya.
“Boleh. Tanya apa?” tanya Julia.
“Kalau kamu punya sahabat kayak aku, terus dia selingkuh sama cowok kamu, siapa yang akan kamu pilih?” tanya Claudia. Julia menjadi terkejut sekali.
“Mak...maksud kamu?” tanya Julia agak gugup.
“Kamu akan pilih mempertahankan persahabatanmu atau menyelamatkan hubunganmu dengan cowok itu?” tanya Claudia. Julia sempat kebingungan harus menjawab apa namun ia berhasil mengendalikan diri.
“Aku akan memilih persahabatan. Untuk apa mempertahankan hubungan dengan cowok yang gak setia seperti itu.” Jawab Julia mantap.
“Sekalipun kamu sangat mencintainya?” lanjut Claudia.
“Iya! Sebuah hubungan membutuhkan kepercayaan dan komitmen kuat agar bertahan. Jika sebelum menikah saja, ia sudah terpikat dengan yang lain, apalagi jika nanti kita sudah menjadi suami-istri.” Jawab lagi Julia.
"Kamu memang tipe cewek yang cemburuan." Balas Claudia sedikit tersenyum. Julia pun mengambil handphone-nya dan membuka kontak chat dengan seseorang.

Sementara Julia sedang asyik mengobrol lewat chat, Claudia beranjak dari kamar dan turun menuju lobi hotel. Claudia keluar ke halaman depan hotel dan mengambil sebungkus rokok dari kantong celananya. Ia mengambil sebatang rokok dan pemantik api dari dalam bungkus itu. Dinyalakannya rokok tersebut di mulutnya lalu ia mulai mengisapnya. Ia berpura-pura telah berhenti merokok di depan Julia agar Julia mengikutinya berhenti merokok. Namun sebenarnya, ia masih sering merokok saat berada di rumah. Sambil mengisap sebatang benda putih dengan ujung yang membara, Claudia memikirkan kelanjutan dari hubungannya dengan Friedrich yang sudah 4 tahun berjalan.

“Friedrich, tega banget sih kamu. Bulan depan ‘kan kita udah resmi jadi suami-istri. Apa kurangnya aku sampai kamu kepincut Julia? Apa aku kurang cakep? Kurang perhatian? Kurang sayang sama kamu?” Claudia mengisap rokoknya sambil mulai mencucurkan air matanya lagi.
"Ternyata benar kata Julia. Kamu memang cowok brengsek dan aku memang bakal menderita kalau bersama kamu. Tapi ternyata kamu membuatku menderita dengan berselingkuh dengan Julia." Air mata Claudia mengalir semakin deras. Mendadak langit menjadi gelap dan hujan pun turun, mengiringi kesedihannya yang amat pedih. Rintik-rintik hujan membuat air matanya seolah-olah ikut berjatuhan dengan air hujan ke tanah. Claudia berlutut dan semakin larut dalam kesedihan. Rokok yang dihisapnya mulai padam dan lembek karena terkena air hujan.

"Claudia! Ya ampun, kamu ngapain hujan-hujanan di luar? Nanti kamu sakit loh! Ayo masuk!" Friedrich yang memayungi dirinya dari hujan mengajak Claudia masuk ke dalam. Claudia yang sebenarnya enggan mengikuti saja.

"Kamu kenapa sih, sayang? Kok hujan-hujanan di luar? Nanti kamu sakit, aku yang khawatir." Friedrich bertanya sambil mengeringkan Claudia dengan handuk.
"Aku cuma lagi pengen aja main hujan-hujanan. Terakhir aku main hujan-hujanan, itu ketika aku masih berusia 7 tahun." Jawab Claudia.
"Kamu ini aneh-aneh aja sayang!  Aku 'kan gak mau kamu sakit. Kalau kamu sakit, hatiku juga sakit.” Balas Friedrich.
“Dasar gombal. Sudah selingkuh di belakangku, sekarang pura-pura perhatian sama aku!" Di dalam hati, Claudia merasa kesal dengan Friedrich. Namun, ia tetap berpura-pura seakan-akan tidak terjadi apa-apa di antara mereka. Ketiganya terus saja saling menyimpan rahasia sampai hari terakhir liburan mereka.

Liburan mereka berakhir. Saat menunggu kereta yang akan memberangkatkan mereka ke Jakarta...

"Oh ya, kalian bawa oleh-oleh apa ke Jakarta?" tanya Claudia.
"Mau tahu aja atau mau tahu banget?" balas Julia dengan usilnya.
"Mau tahu banget dong!" balas Claudia sambil menyentil pipi Julia.
"Aww! Sakit tahu!" kata Julia yang kesakitan sambil mengambil sesuatu dari kantong celana jinsnya.
"Iya maaf! 'Kan cuma becanda!" Balas Claudia.
"Aku sih cuma beli perhiasan perak untuk ibu di rumah." tanggap Friedrich.
"Kalau aku beli bakpia 3 kotak buat dimakan di kos-kosan. Kamu sendiri beli apa?" Seru Julia.
"Kalau aku beli kaus sekodi. Lihat nih!" Kata Claudia sambil menunjukkan sekodi baju yang ada di dalam tasnya.
"Ya ampun. Pantesan tas kamu penuh. Perasaan pas berangkat, tasnya kurus." Balas Friedrich.
"Iya, habis bajunya bagus-bagus. Jadi pingin beli banyak-banyak. Habis 500 ribu deh!" Lanjut Claudia.
"Kita kebagian gak?" tanya Julia.
"Pastinya dong! Nih" Kata Claudia sambil mengambil dua buah kaus berwarna putih bertuliskan "KAMI GAK PACARAN, CUMA FRIENDZONE" dan memberikannya kepada Julia dan Friedrich masing-masing satu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bus Terakhir

Kakiku melangkah agak sedikit sempoyongan. Arlojiku menunjukkan waktu pukul 22.15. Huh! Sudah cukup larut malam. Pasti Claudie akan marah-m...