Claudia tidak mengetuk pintu, melainkan mengintip dari lubang kecil
yang ada di pintu. Apa yang dapat dilihat
Claudia dari lubang pintu benar-benar membuatnya shock. Ia melihat Friedrich dan Julia berpelukan dan berciuman.
Karena Friedrich jauh lebih tinggi dari Julia, Friedrich harus menekuk kakinya
agar bisa menciumi Julia. Air mata Claudia mulai bercucuran, mengiringi hatinya
yang tersayat begitu menyakitkan. Ia berusaha tidak mengeluarkan sepatah kata
pun agar tak ketahuan. Ia mengendap-endap kembali ke kamarnya tanpa
mengeluarkan suara sedikitpun. Sesampainya di kamar, ia menangis dengan wajah
ditutupi bantal agar tak mengeluarkan suara.
Sementara itu, di kamar sebelah...
“Julia, apa kau serius ingin berhubungan denganku? Kau ‘kan tahu
aku sudah 4 tahun berhubungan dengan Claudia.” tanya Friedrich sambil mengusap
kepala Julia dari belakang.
“Iya. Sebenarnya sejak menjelang kelulusan SMA, benih cinta sudah
mulai tumbuh di hatiku. Aku cuma menunggu waktu yang tepat untuk
mengungkapkannya dan sekaranglah waktunya.” Balas Julia.
“Jadi begitu.” Jawab Friedrich, singkat.
“Oh ya, apa ini artinya kau akan meninggalkan Claudia?” tanya
Julia.
“Tidak, aku gak ingin meninggalkannya. Kau sudah tahu ‘kan kalau
kami akan menikah bulan depan? Aku cuma merasa kurang kalau hanya punya satu
cewek. Aku ingin tahu sensasinya punya selingkuhan.” Ucap Friedrich sambil
mencium tangan Julia.
“Apa artinya aku hanya akan menjadi yang kedua?” tanya Julia.
“Tidak juga. Kau mendapat tempat di hatiku sama seperti Claudia.”
Balas Friedrich.
“Maksudmu?” tanya Julia kebingungan.
“Secara resmi, Claudia adalah pasanganku dan mengisi setengah
hatiku. Tapi kau mengisi setengahnya lagi.” Jawab Friedrich.
Oh, sepertinya aku harus segera kembali ke kamar. Kalau lama-lama,
Claudia bisa curiga.” Julia melepaskan diri dari pelukan Friedrich dan keluar
dari kamar.
Claudia masih menangis di bawah bantal saat tiba-tiba pintu kamar
terbuka.
“Claudia, maaf ya lama! Lho, kamu kenapa nangis?” tanya Julia
kebingungan melihat mata Claudia yang bengkak.
“Oh, aku abis nonton film sedih di internet sampai aku nangis.”
Kata Claudia sambil mengusap air mata dari wajahnya.
Oh gitu! Maaf ya lama, tadi aku harus cari dulu power bank aku, soalnya tadi keselip di
mana gitu!” balas Julia sambil merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan.
“Oh ya, Julia. Aku ingin menanyakan sesuatu yang agak private. Kamu gak keberatan, ‘kan?”
Claudia bertanya dengan kata-kata yang nyaris sama dengan yang diucapkan Julia
sebelumnya.
“Boleh. Tanya apa?” tanya Julia.
“Kalau kamu punya sahabat kayak aku, terus dia selingkuh sama cowok
kamu, siapa yang akan kamu pilih?” tanya Claudia. Julia menjadi terkejut
sekali.
“Mak...maksud kamu?” tanya Julia agak gugup.
“Kamu akan pilih mempertahankan persahabatanmu atau menyelamatkan
hubunganmu dengan cowok itu?” tanya Claudia. Julia sempat kebingungan harus
menjawab apa namun ia berhasil mengendalikan diri.
“Aku akan memilih persahabatan. Untuk apa mempertahankan hubungan
dengan cowok yang gak setia seperti itu.” Jawab Julia mantap.
“Sekalipun kamu sangat mencintainya?” lanjut Claudia.
“Iya! Sebuah hubungan membutuhkan kepercayaan dan komitmen kuat
agar bertahan. Jika sebelum menikah saja, ia sudah terpikat dengan yang lain,
apalagi jika nanti kita sudah menjadi suami-istri.” Jawab lagi Julia.
"Kamu memang tipe cewek yang cemburuan."
Balas Claudia sedikit tersenyum. Julia pun mengambil handphone-nya dan membuka kontak chat dengan seseorang.
Sementara Julia sedang asyik mengobrol lewat chat, Claudia beranjak dari kamar dan
turun menuju lobi hotel. Claudia keluar ke halaman depan hotel dan mengambil
sebungkus rokok dari kantong celananya. Ia mengambil sebatang rokok dan
pemantik api dari dalam bungkus itu. Dinyalakannya rokok tersebut di mulutnya
lalu ia mulai mengisapnya. Ia berpura-pura telah berhenti merokok di depan
Julia agar Julia mengikutinya berhenti merokok. Namun sebenarnya, ia masih
sering merokok saat berada di rumah. Sambil mengisap sebatang benda putih
dengan ujung yang membara, Claudia memikirkan kelanjutan dari hubungannya
dengan Friedrich yang sudah 4 tahun berjalan.
“Friedrich, tega banget sih kamu. Bulan depan ‘kan kita
udah resmi jadi suami-istri. Apa kurangnya aku sampai kamu kepincut Julia? Apa
aku kurang cakep? Kurang perhatian? Kurang sayang sama kamu?” Claudia mengisap
rokoknya sambil mulai mencucurkan air matanya lagi.
"Ternyata benar kata Julia. Kamu memang cowok
brengsek dan aku memang bakal menderita kalau bersama kamu. Tapi ternyata kamu
membuatku menderita dengan berselingkuh dengan Julia." Air mata Claudia
mengalir semakin deras. Mendadak langit menjadi gelap dan hujan pun turun,
mengiringi kesedihannya yang amat pedih. Rintik-rintik hujan membuat air
matanya seolah-olah ikut berjatuhan dengan air hujan ke tanah. Claudia berlutut
dan semakin larut dalam kesedihan. Rokok yang dihisapnya mulai padam dan lembek
karena terkena air hujan.
"Claudia! Ya ampun, kamu ngapain hujan-hujanan di
luar? Nanti kamu sakit loh! Ayo masuk!" Friedrich yang memayungi dirinya
dari hujan mengajak Claudia masuk ke dalam. Claudia yang sebenarnya enggan
mengikuti saja.
"Kamu kenapa sih, sayang? Kok hujan-hujanan di
luar? Nanti kamu sakit, aku yang khawatir." Friedrich bertanya sambil
mengeringkan Claudia dengan handuk.
"Aku cuma lagi pengen aja main hujan-hujanan.
Terakhir aku main hujan-hujanan, itu ketika aku masih berusia 7 tahun."
Jawab Claudia.
"Kamu ini aneh-aneh aja sayang! Aku 'kan gak mau kamu sakit. Kalau kamu
sakit, hatiku juga sakit.” Balas Friedrich.
“Dasar gombal. Sudah selingkuh di belakangku, sekarang
pura-pura perhatian sama aku!" Di dalam hati, Claudia merasa kesal dengan Friedrich.
Namun, ia tetap berpura-pura seakan-akan tidak terjadi apa-apa di antara
mereka. Ketiganya terus saja saling menyimpan rahasia sampai hari terakhir
liburan mereka.
Liburan mereka berakhir. Saat menunggu kereta yang akan
memberangkatkan mereka ke Jakarta...
"Oh ya, kalian bawa oleh-oleh apa ke
Jakarta?" tanya Claudia.
"Mau tahu aja atau mau tahu banget?" balas
Julia dengan usilnya.
"Mau tahu banget dong!" balas Claudia sambil
menyentil pipi Julia.
"Aww! Sakit tahu!" kata Julia yang kesakitan
sambil mengambil sesuatu dari kantong celana jinsnya.
"Iya maaf! 'Kan cuma becanda!" Balas Claudia.
"Aku sih cuma beli perhiasan perak untuk ibu di
rumah." tanggap Friedrich.
"Kalau aku beli bakpia 3 kotak buat dimakan di
kos-kosan. Kamu sendiri beli apa?" Seru Julia.
"Kalau aku beli kaus sekodi. Lihat nih!" Kata
Claudia sambil menunjukkan sekodi baju yang ada di dalam tasnya.
"Ya ampun. Pantesan tas kamu penuh. Perasaan pas
berangkat, tasnya kurus." Balas Friedrich.
"Iya, habis bajunya bagus-bagus. Jadi pingin beli
banyak-banyak. Habis 500 ribu deh!" Lanjut Claudia.
"Kita kebagian gak?" tanya Julia.
"Pastinya
dong! Nih" Kata Claudia sambil mengambil dua buah kaus berwarna putih
bertuliskan "KAMI GAK PACARAN, CUMA FRIENDZONE" dan memberikannya
kepada Julia dan Friedrich masing-masing satu.