“Friedrich, siapa itu?” Claudia ketakutan.
“Ssst! Jangan berisik!” Friedrich berbisik meminta
Claudia tenang. Friedrich mengendap-endap mendekati semak. Dengan hati-hati, Friedrich
mengulurkan tangannya. Ia menyibak semak-semak itu, ternyata hanya anak kecil
yang sedang bersembunyi karena sedang bermain petak umpet.
“Fuh, aku kira si...”
“Gue gak bakal sembunyi di tempat kayak begitu!” Suara
seorang wanita membuat Claudia dan Friedrich terkejut. Mereka melihat siapa
yang berbicara. Itu Julia!
“Julia?” Friedrich keheranan.
“Gue sempat berpikir kalau kalian benar-benar akan
berpisah. Tapi ternyata, kekuatan cinta kalian dan kecerdikan Friedrich membuat
rencana gue berantakan.” Ucap Julia sambil mengambil sebatang rokok dari
bungkusan rokok.
“Jadi, apa yang Friedrich bilang tadi benar?” tanya
Claudia kebingungan.
“Karena sudah terlanjur...hampir semuanya benar,
kecuali satu hal.” Julia melanjutkan sambil menyalakan rokok tersebut dan mulai
menghisapnya.
“Apa maksudmu?” Friedrich ikut kebingungan.
“Yang gue lakukan bukan merusak hubungan lo berdua,
tapi menyelamatkan lo dari si brengsek ini.” Ucap Julia dengan nada menaik
sambil menunjuk Friedrich.
“Apa maksud lo? Jangan mengada-ada!” Friedrich
menghardik.
“Dulu, gue pernah bilang! Kalau lo bakal menderita jika
berhubungan bersama Friedrich.” Lanjut Julia.
“Tapi, selama ini gue merasa nyaman berhubungan dengan Friedrich.”
Claudia membantah.
“Ya, mungkin sekarang enggak. Tapi coba bayangkan,
sekarang saja, gue bisa merayu dia sampai dia berhubugan dengan gue di belakang
lo, apalagi nanti kalau lo udah nikah!” Ucap Julia.
“Lo pikir gue benar-benar berhubungan sama lo? Enggak!
Gue cuma ngikutin permainan lo untuk menyelamatkan hubungan gue dengan Claudia.
Gue gak pernah suka sama lo. Gue hanya mencintai Claudia seorang saja. Dulu,
gue kehilangan Sofie karena gue terlalu posesif dan gengsi dengan cewek.
Sekarang, gue gak mau lagi kehilangan Claudia.” Friedrich menjawab.
“Oh, gitu ya! Gue nggak tau lo yang terlalu cerdik atau
gue yang terlalu ceroboh sehingga lo bisa membuat rencana tandingan.
Seharusnya, gue lebih berhati-hati. Tapi sudahlah. Semua pasti juga akan
terbuka pada waktunya. Dan lo mau tahu kenapa gue membenci Friedrich dan gak
ingin dia berhubungan dengan lo?” Julia melempar sebuah pertanyaan. Claudia
menganggukkan kepalanya.
“Friedrich, 9 tahun lalu orang tua lo bercerai. Benar,
‘kan?” Julia memulai pemaparannya.
“Iya.” Jawab Friedrich.
“Kebetulan, orang tua gue juga bercerai 9 tahun lalu.
Lo mau tahu kenapa? Ibu gue selingkuh dengan lelaki lain. Dia menceraikan ayah
gue karena ayah gue terkena kanker paru-paru dan ibu gue gak mau mengurusnya.
Dia lebih memilih bersenang-senang dengan lelaki itu. Setelah ibu pergi, kakak
gue harus bekerja keras untuk membiayai sekolah gue dan pengobatan ayah gue.
Beruntung kami masih punya sedikit tabungan dan ada donatur anonim yang memberi
bantuan sehingga kami masih bisa memberinya pengobatan yang diperlukan. Tapi
sayang, karena kanker itu sudah stadium lanjut, ayah gue akhirnya meninggal 2
tahun lalu. Tepat di hari kelulusan gue dari SMA. Gue yang harusnya senang
berlinang air mata hari itu. Ayah yang sangat gue sayangi pergi untuk selamanya
di hari yang mana seharusnya ia dapat membanggakan putrinya yang berhasil lulus
SMA. Gue terpukul, hancur, sedih. Gue semakin benci dengan ibu gue. Kalau dia
mau tetap bersama kami, mungkin ayah gue gak akan meninggal dengan penderitaan.
Asal lo tahu, dia lebih menderita psikis daripada fisik. Dia menderita karena
di saat ia sedang lemah dan berjuang melawan penyakit, istri yang sangat
dicintainya lebih memilih lelaki lain dan meninggalkannya. Gue berharap lo gak
jadi istri yang seperti itu, Claudia, siapa pun yang akan jadi suami lo nanti.”
Julia kembali melanjutkan.
“Iya, Julia! Gue janji. Tapi apa hubungannya dengan
kebencianmu dengan Friedrich?” tanya Claudia.
“Gue sangat benci dengan ibu gue, dan gue lebih benci
lagi sama lelaki yang sudah membuat ibu gue meninggalkan gue, kakak gue, dan
ayah gue. Lo mau tahu siapa lelaki itu?” Julia melempar balik pertanyaan.
Claudia dan Friedrich menganggukkan kepala.
“Namanya Joseph Krause.” Ucap Julia pelan.
“Ayah? Jadi maksudmu...” Friedrich menjadi terkejut
karena nama ayahnya disebut oleh Julia.
“Iya, Friedrich! Ayah lo yang udah membuat ibu gue
sampai meninggalkan gue dan keluarga gue. Lo mesti tau, hati gue sampe sekarang
masih sakit. Gue masih enggak terima kalau keluarga gue hancur karena satu
orang lelaki. Gue berkorban banyak. Gue harus melupakan cita-cita gue menjadi
tentara karena gue gak punya cukup uang untuk mendaftar dan akhirnya menerima
beasiswa ke kampus ini. Semua ini gara-gara bokap lo dan lo harus bertanggung
jawab!" Julia menyalahkan Friedrich atas kesengsaraannya yang disebabkan
oleh Joseph, ayah Friedrich.
"Dari mana lo tau kalau lelaki yang merebut nyokap
lo itu bokap gue?" tanya Friedrich.
"Ibu gue dengan tanpa rasa bersalah memperkenalkan
pacar barunya sebagai Joseph Krause di depan gue, kakak gue, dan ayah gue yang
mulai lemah. Gue ingat betul-betul nama dan wajah itu. Ketika gue membuka buku
tahunan SMP kita waktu kelas 1 SMA, gue mengecek nama lo. Begitu gue melihat
kalau nama bokap lo adalah Joseph Krause. Ditambah dengan wajah lo yang mirip
banget dan selalu ngingetin gue dengan lelaki itu, gue yakin kalau dia adalah
bokap lo. Hari ini, hal itu telah terbukti." Jelas Julia.
"Julia, yang salah itu ayahnya Friedrich, bukan Friedrich.
Friedrich juga terpukul saat ayahnya meninggalkan keluarganya. Ia juga
sebenarnya membenci ibumu, sama seperti kamu membenci ayahnya. Tapi, ia
berusaha untuk menerimanya dan menjalani hidup bersama ibu dan adiknya."
Claudia berusaha menengahi konflik antara keduanya dan menjernihkan pandangan
Julia.
"Gue gak peduli meskipun ia sama sekali gak
terlibat dalam penderitaan gue. Intinya, gue sangat membencinya dan gue gak
akan pernah rela kalau lo berdua sampai menikah. Sekarang lo harus milih,
Claudia!" Julia berseru.
"Milih?! Milih apa?" Claudia kebingungan.
"Milih gue atau dia!" seru Julia.
"Maksudnya?!" Claudia masih kebingungan.
"Kalau kamu milih gue, batalkan pernikahan kalian
dan putus. Kalau kamu milih dia, maaf aja, persahabatan kita berakhir di sini
dan jangan pernah kontak gue lagi!" Julia menjelaskan.
Claudia kini dihadapkan pada dilema. Ia tetap ingin
menjaga hubungannya dengan keduanya, tetapi kali ini ia harus memilih.
"Ya Tuhan, bantulah aku. Siapa yang harus aku
pilih? Julia, sahabatku atau Friedrich, tunanganku?" Claudia galau.